Prediksi Tren Perjalanan Wisata Pasca Pandemi – Sejak Maret 2020, sektor pariwisata dunia starlight princess 1000 seakan berhenti total. No-tourism adalah kenyataan yang terjadi pada saat itu. Banyak hotel yang tutup, bisnis startup pariwisata menutup layanan secara permanen, hingga karyawan dirumahkan. Mewabahnya Corona adalah sesuatu yang tak disangka-sangka. Mereka yang sangat bergantung pada pariwisata tentu merasa tak siap. Hampir seluruh negara melarang sarana transportasi beroperasi, termasuk juga pesawat. Masyarakatnya pun dilarang bepergian. Hingga akhirnya ekonomi pariwisata lumpuh total. Tetapi, saat covid-19 mulai berkurang bahkan hilang, tren wisata pasca pandemi pun mulai meningkat.
Adanya pandemi COVID-19 membuat banyak negara di dunia berupaya melakukan evaluasi dan pembenahan destinasi. Kebiasaan baru di masyarakat seiring pandemi COVID-19 juga akan memunculkan selera baru. Beberapa regulasi untuk mencegah penyebaran virus di masyarakat, seperti halnya protokol kesehatan, physical distancing, maupun pembatasan kunjungan di destinasi wisata tentunya juga berpotensi menciptakan era baru bagi bisnis kepariwisataan.
Tren Perjalanan Wisata Pasca Pandemi
Usai terkurung data macau dengan berbagai aktivitas rumah sejak bulan Maret 2020, kebiasaan baru akan mulai terbentuk di masyarakat. Hal yang sangat mudah terlihat mungkin adalah soal kebersihan dan kesehatan. Membawa hand sanitizer, mencuci tangan sebelum dan setelah beraktivitas, mengenakan masker, adalah hal yang lazim dijumpai di jalan.
Selain yang pernah kami tuliskan sebelumnya mengenai pariwisata Indonesia pasca pandemi COVID-19, kami mencoba untuk melakukan prediksi terhadap tren perjalanan wisata pasca pandemi. Pilihan destinasi yang akan diambil masyarakat pasca pandemi COVID-19 pastinya akan berbeda dari biasanya. Slow travel dan staycation diprediksi akan mendapatkan banyak peminat.
Baca Juga: 7 Daftar Wisata Ramah Anak yang Populer di Indonesia
Jadi, bagaimana kecenderungan dan keinginan wisatawan dunia pasca pandemi? Melalui artikel ini, kami juga mengajak Anda semua untuk membayangkan seperti apa pola perjalanan dan pariwisata pasca pandemi ini.
1. Wisatawan Akan Lebih Puas Ditemani Oleh Pemandu Ahli (Expert Guide)
Pasca pandemi, diperkirakan akan tumbuh kesadaran mengenai perjalanan wisata berkualitas dimana permintaan untuk kegiatan liburan pasca pandemi COVID-19 akan semakin meningkat. Nampaknya, pada tahun ini era mass tourism perlahan mulai kehilangan peminatnya. Di sisi lain, wisatawan ingin mendapatkan banyak pengetahuan dari destinasi yang dikunjungi. Misalnya, seperti mempelajari budaya tarian, membuat kerajinan lokal, memasak, dan mengikuti profesi yang ditekuni masyarakat lokal di destinasi wisata. Selain itu, mereka akan lebih banyak melakukan interaksi dengan pemandu dan komunitas lokal untuk menggali cerita-cerita inspiratif di destinasi.
Dalam hal ini, desa/kampung wisata akan menjadi pilihan destinasi bagi wisatawan. Untuk itu, panduan dari ahli atau expert guide sangatlah dibutuhkan. Mereka tidak hanya ingin melihat dan mendengar pemandu bercerita. Melainkan juga terlibat langsung dalam atraksi wisata.
2. Tinggal dan Hidup Bersama Masyarakat Lokal
Seperti yang telah diulas pada poin pertama, bahwa kecenderungan seseorang untuk memilih destinasi wisata yang menawarkan pengalaman untuk lebih dekat dengan masyarakat lokal akan menjadi pilihan bagi banyak calon wisatawan. Destinasi yang jauh dari hiruk pikuk dan polusi seperti kampung/desa juga akan semakin dicari. Paket-paket wisata yang memuat unsur pelestarian alam dan budaya pun akan lebih dilirik banyak orang.
Selain itu, mereka juga akan lebih senang jika membelanjakan uangnya untuk masyarakat lokal, seperti membayar jasa pemandu, menginap di homestay bersama masyarakat, dan membeli makanan minuman khas daerah.
3. Melakukan Perjalanan Wisata Menggunakan Transportasi yang Ramah Polusi
Dalam survei yang dilakukan Booking.com pada 2020, disebutkan bahwa hampir setengah (48%) dari wisatawan/responden berencana menggunakan moda transportasi yang lebih lambat untuk mengurangi dampak lingkungan. Adapun jenis-jenis moda transportasi yang menjadi pilihan dalam survei yang dilakukan Booking.com adalah kereta api, perahu/kapal, sepeda, dan kedua kaki.
Semakin banyaknya moda transportasi ramah lingkungan juga akan memengaruhi pilihan banyak orang yang ingin melakukan perjalanan wisata. Mereka juga semakin sadar, bahwa kendaraan umum seperti pesawat dan transportasi darat membawa polusi yang berdampak buruk pada udara. Dengan begitu, penggunaan moda transportasi seperti kereta api jarak jauh dan kapal akan menjadi pilihan. Paket wisata seperti cruise tourism juga akan semakin digemari, baik untuk pelayaran laut maupun sungai.
4. Akan Lebih Banyak Wisatawan yang Berasal dari Kota
Tidak dapat dipungkiri, tren wisata pasca pandemi akan menjadi momen bagi orang kota untuk ‘balas dendam’ akibat terlalu jenuh melakukan karantina diri terlalu lama karena tak ada perjalanan dan pariwisata selama pandemi. Untuk itu, pergerakan wisatawan yang berasal dari kota akan lebih cepat terlihat.
Di sisi lain, akan ada juga peningkatan wisatawan yang menginginkan hubungan yang lebih dekat dengan komunitas lokal di destinasi. Mereka juga akan lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan. Dalam perjalanan wisatanya, mereka akan berpikir bagaimana kehadirannya dapat memberikan manfaat untuk tuan rumah dan komunitas di destinasi wisata. Misalnya dengan melakukan kegiatan sukarelawan/volunteer.
Model perjalanan wisata seperti ini disebut juga voluntourism. Destinasi yang akan dituju kemungkinan besar adalah desa-desa yang menawarkan atraksi alam dan budaya yang unik. Misalnya adalah Sumba, Flores, maupun daerah lainnya. Selain voluntourism, mereka juga senang untuk belajar yoga dan meditasi (wellness tourism).
5. Lebih Bijak dalam Membelanjakan Uang
Situs Responsible Travel memprediksi akan muncul kelompok wisatawan yang lebih bertanggung jawab dalam menggunakan uang. Selain untuk berhemat, mereka mencoba untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai. Misalnya, seperti plastik, minuman kemasan, dan lainnya. Hal ini dilakukan atas kesadaran karena semakin tingginya pencemaran akibat aktivitas wisata.
6. Mengutamakan Pelayanan Dibanding Kemewahan
Meski akan tetap ada kelompok wisatawan yang menyukai kemewahan saat melakukan perjalanan wisata, misalnya menggunakan jet pribadi dan tranportasi privat, pengalaman dan pelayanan tetaplah lebih berharga.
7. Ruang dan Kesehatan (Space and Health)
Akan semakin banyak kelompok wisatawan dalam mencari destinasi yang dapat memberikan pengalaman lebih intim untuk tamunya. Misalnya, menikmati arsitektur bangunan kota tua dengan cara berjalan kaki maupun bersepeda. Selain itu, mereka akan mengutamakan destinasi maupun akomodasi wisata yang dapat memberikan jaminan kesehatan dan keamanan (healt and safety) kepada wisatawan.
8. Perjalanan Mengunjungi Warisan Leluhur (Heritage and Ancestry Travel)
Akan semakin banyak kelompok wisatawan yang menyenangi tempat-tempat bersejarah. Saat mengunjungi destinasi ini, mereka akan bergerak secara pelan agar dapat memahami/menghayati objek wisata yang dikunjunginya.
9. Wisatawan Memilih Destinasi yang Ramah Lingkungan (Ekowisata)
Akan banyak orang yang semakin peduli terhadap lingkungan, baik untuk ikut terlibat dalam melestarikan alam maupun hewan. Sebagai contohnya, mengunjungi destinasi dengan konsep konservasi seperti Tanjung Puting di Kalimantan, mengamati tarsius di Sulawesi, maupun melihat kadal raksasa komodo di NTT.
10. Berwisata Sambil Bekerja (Digital Nomad Travel)
Akibat banyaknya wisatawan yang membutuhkan internet untuk bisa eksis di sosial media, maka semakin banyak pula destinasi wisata dengan infrastruktur yang ditingkatkan. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir juga muncul tren kerja remote yang ditekuni para milenial. Adanya kebijakan Work from Home di masa pandemi daftar roulette online COVID-19 juga akan memengaruhi kebijakan beberapa perusahaan dalam memberikan kemudahan bagi pegawainya untuk bekerja darimana saja. Tren pekerjaan seperti inilah yang mendorong munculnya Digital Nomad Travel, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan wisata dan bekerja dalam waktu bersamaan.
Fenomena inilah yang menyebabkan semakin banyaknya co-working space maupun akomodasi glamping di mana wisatawan cukup menyewa meja dan menggunakan layanan internet. Model akomodasi semacam ini sudah cukup banyak di Bali dan diprediksi akan muncul di banyak daerah destinasi wisata.
11. Semakin Banyak Wisatawan Vegetarian
Pandemi COVID-19 menjadikan banyak orang sadar betapa perlunya menjaga imun tubuh. Untuk itu, jumlah vegetarian akan semakin meningkat. Destinasi wisata pun diharapkan dapat menyediakan makanan khas yang sehat dan higienis bagi para vegetarian.
12. Pemanfaatan Teknologi untuk Menjual Pengalaman Perjalanan
Tujuan seseorang melakukan perjalanan wisata sejatinya adalah untuk melihat dan belajar hal baru nan menarik. Jika dahulu kita dipaksa untuk melihat materi promosi wisata yang membosankan, hal ini tidak berlaku untuk tren perjalanan wisata pasca pandemi. Pacsa pandemi, semua orang ingin berlomba-lomba untuk menjadi pusat perhatian dengan menyiarkan kesenangan mereka lewat sosial media. Maka tak heran, akan banyak foto-foto indah dan kreatif yang tersebar secara cepat di sosial media.
Selain itu, akan semakin banyak wisatawan yang lebih familiar dalam penggunaan teknologi seperti Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), maupun pembayaran nontunai (e-money). Bahkan sektor pariwisata tampaknya akan memanfaatkan teknologi ini sebaik mungkin. Penulusuran virtual akan semakin ditingkatkan pengalamannya sehingga memberikan rasa kepuasan bagi wisatawan.
13. Memilih Destinasi Wisata yang Berhasil Mengusung Konsep Pembangunan Berlanjutan
Masyarakat dunia, termasuk juga Indonesia akan semakin sadar bahwa pariwisata massal (mass tourism) telah memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan bumi. Untuk itu, akan semakin banyak kelompok masyarakat yang lebih memilih berlibur ke destinasi wisata yang mendukung ekonomi lokal, pengembangan budaya, dan pelestarian lingkungan hidup.
Organisasi Pariwisata Dunia atau UNWTO pun menginginkan agar pariwisata global berbenah dan memprioritaskan aspek inclusivity, sustainibility, dan responsibility. Keberlanjutan bukan hanya menjadi kata kunci agar destinasi tetap dipertimbangkan untuk dipilih wisatawan. Adanya penyakit kesehatan seperti COVID-19 dan perubahakan iklim yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir menjadi peringatan bagi manusia untuk lebih peduli terhadap kelestarian alam.
Selain itu, dalam forum-forum webinar yang melibatkan para pemangku kepentingan, kita telah menemukan kata sepakat. Adanya pandemi ini memberikan kita waktu untuk merenung tentang arah pembangunan wisata. Kalau pun mau, kita masih ada waktu untuk meredisain ulang agar lebih bertanggung jawab. Mengubah orientasi dari quantity tourism menjadi quality tourism?
Itulah beberapa tren perjalanan wisata pasca pandemi COVID-19. Adanya pandemi juga menjadi salah satu sebab yang memengaruhi perjalanan wisata seseorang. Bagi daerah-daerah yang sadar bahwa pariwisata adalah penggerak ekonomi, tentunya akan mempersiapkan segala hal untuk menyambut tren perjalanan wisata pasca pandemi ini.
Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata dapat dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kembali income atau pemasukan dari sektor pariwisata yang sempat lumpuh akibat pandemi covid-19. Dalam hal ini tentunya peran konsultan pariwisata juga tidak kalah penting untuk merancang atau mendesain pengembangan wilayah.